Bab 1
“Huah….” Saat Samara terbangun, sekujur tubuhnya terasa seperti akan runtuh. Dibawah selimut itutubuhnya tidak terbalut sehelai benangpun, kulit putih mulusnya dihiasi dengan bekas cupang yanglumayan banyak sehingga dia sendiri tidak berani melihatnya langsung. Apa yang terjadi? Tiba-tiba,pemandangan indah yang terjadi tadi malam diputar ulang dalam benaknya. Dia memasuki kamardalam kondisi tidak sadarkan diri, dan dimainkan oleh seorang pria asing dengan gila-gilaan sepanjangmalam. Suaranya sudah serak karena terus menangis, tapi pria itu sama sekali tidak bergeming danterus memperkosanya. Samara mengganti pakaiannya, dan menahan kedua kakinya yang masihlemas, dia turun dari tempat tidur dan berniat menemukan bajingan yang merebut keperawanannya.Tapi dia sama sekali tidak melihat sosok pria itu diseluruh kamar suite, dan hanya menemukan sebuahanting-anting salib dari perak di atas ranjang. Apa dia meninggalkannya disini? Samara menyimpananting itu kedalam kantongnya, dan hendak pergi. Pintu suite hotel ditendang oleh seseorang hinggaterbuka, seorang pria paruh baya berusia sekitar 50 tahun, Heru Wijaya, masuk dengan wajah penuhamarah, dibelakangnya diikuti oleh adik kembarnya Samara, Samantha. “Ayah, Samantha…..” Samaraterkejut, dan wajahnya memucat. Heru jengkel dan langsung mencaci maki Samara : “Kamu tidakpulang semalaman dan membuat kami mengira kalau kamu mengalami sesuatu, tidak tahunya kamumalah sibuk bercumbu dengan pria di hotel!” Samantha juga terlihat marah dan berkata : “Kak Samara,kamu sangat keterlaluan kali ini! Ayah, Tante Emma, dan saya sibuk mencarimu semalaman, kamisudah hampir gila!” Samara terus menggelengkan kepalanya. “Tidak, saya tidak.” “Kamu sebenarnyamasih punya urat malu atau tidak! Lihat apa yang ada di lengan dan lehermu itu? Masih beranimengatakan tidak!” “Ayah, saya dijebak, saya juga tidak tahu kenapa bisa seperti ini.” Heru melihatSamara yang masih berani membantahnya, meraih sebuah asbak yang ada disampingnya danmelemparkannya ke arahnya. “Piang—–” Samara tidak sempat mengelak, dan keningnya seketikaterluka dan darah terus bercucuran hingga seluruh wajahnya. “Samara, saya baru saja menyetujuipermasalahan pernikahanmu dengan Pak Budi, sekarang kamu malah melakukan hal memalukanseperti ini! Sekarang tubuhmu sudah kotor, bagaimana saya bisa menjelaskan hal ini pada Pak Budi?”Samara membelalakan matanya seolah tidak percaya dengan apa yang dia dengar : “Budi itu sudahhampir berumur 60 tahun! Sudah 3 istrinya yang meninggal, dan kamu mau saya menikah
dengannya?” “Kenapa? Menikah dengannya masih termasuk menyusahkanmu?! Bisa menikahdengannya adalah keberuntunganmu.” Heru meraih tangan Samantha, dan wajahnya terlihat penuhkebencian : “Untung saja kamu dan Samantha hanya memiliki wajah yang sama, dan memiliki sikapdan kepribadian yang bertolak belakang! Kamu sudah mencoreng nama Keluarga Wijaya dengansikapmu ini!” Samantha melirik Samara dengan jijik : “Ayah, jangan lupa, dia kan tumbuh besar dikampung!” Heru menatapnya dengan dingin, dan Samatha juga tidak memperdulikan luka dikeningnya. Huh! Ini adalah ayah kandungnya, dan saudari kandungnya! Kening Samara masih terusmencucurkan darah, tapi hatinya, sudah mati rasa. …… Sepuluh bulan kemudian. Di apartemenSamara yang terletak di pinggiran kota. Diiringi dengan suara tangisan bayi “Uwaa..uwaa—-”, dua bayidilahirkan dengan lancar. Samantha menggendong dua bayi yang masih berlumuran darah danmenatap Samara yang masih lemas di tempat tidurnya. “Kembalikan…anakku padaku….” Samaraberkata dengan wajah pucatnya dan masih berusaha keras untuk mengangkat tubuhnya. “Kembalikanpadamu? Apa kamu sanggup menghidupi sepasang bayi kembar ini?” “Saya adalah kakakmu…kakakkandungmu!” Samara menatap wajah Samantha yang terlihat percis dengan dirinya : “Kenapa…Kenapa kamu ingin menjebakku?” “Wanita itu…adalah ibumu! Bukan ibuku! Saat dia disuruh memilihsatu diantara dua, dia memilihmu, dan meninggalkanku dirumah yang dipenuhi dengan serigala, singa,dan macan tutul, meninggalkanku untuk menghadapi seluruh anggota Keluarga Wijaya seorang diri!Pada saat saya menderita, dimana kamu yang katanya kakakku ini?!” Samantha tertawa, denganmengerikan. “Samara, wajah ini hanya boleh ada satu di dunia, dan itu adalah wajahku, Samantha!”“Apa yang mau kamu lakukan?” “Membunuhmu!” Samantha menuangkan bensin yang sudah diasiapkan keseluruh sudut ruangan, dan menyalakan korek lalu melemparkannya ke lantai, dan pergidengan membawa dua bayi kembar itu. Dibelakangnya, api yang bertemu dengan bensin mulaimenjalar dan membakar seisi apartemen. Samantha berjalan keluar dari apartemen, melirik lautan apidi belakangnya, lalu melirik kearah dua bayi kembar yang menangis dalam gendongannya. Sepuluhbulan yang lalu, dia kembali ke hotel dan ingin menghancurkan bukti kalau Samara dijebak, danbertemu dengan Asta. Dan dia baru menyadari kalau orang yang meniduri Samara malam itu bukanlahbajingan yang diutusnya, tapi malah Asta yang bisa membalikkan langit bagaikan membalikkan telapak
tangannya. Dalam keterkejutannya, dia juga segera membuat keputusan, dia ingin Asta berpikir kalauwanita yang menggunakan tubuhnya untuk memuaskannya malam itu adalah dirinya! Bagaimanapundia dan Samara adalah kembar identik, mereka terlihat sama percis, asalkan Samara menghilang daridunia ini, maka tidak ada lagi orang yang mengetahui rahasianya. Dan kedua bayi kembar ini, akanmenjadi alat yang berguna untuk mendekati Asta nantinya. “Siapa yang menyuruh kalian menangis!Kalau kalian bukan anaknya Asta, kalian juga pasti sudah kubunuh.” Setelah jeda sesaat, Samanthamelanjutkan : “Tapi dengan dukungan kalian, cepat atau lambat, saya pasti akan masuk kedalamKeluarga Costan.” Dan saat Samantha tenggelam dalam imajinasinya, dia tidak tahu kalau Samaraberusaha sekuat tenaganya dan sudah berhasil melarikan diri dari jendela. Dia bergerak dengan susahpayah. Tiba-tiba, rasa sakit yang familiar kembali terasa dari bagian bawah tubuhnya, seperti suaraanak kucing yang menangis. Ternyata, dia tidak hanya mengandung dua bayi kembar…. Samaramenggendong bayi ketiga dan keempatnya dengan tangan yang gemetar. Demi kedua bayinya, diaharus bertahan tidak peduli betapa sulitnya. Samara menggertakkan giginya, dan ada kebencian yangmandarah daging dalam tatapannya. “Saya akan mengambil kembali apa yang kalian rebut dari ku,satu per satu….”
If you replace any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.
Report