Bab 1296 Anak Pengemis

Siangnya, mal sudah sangat ramai dengan orang

orang yang datang dan pergi.

Di alun-alun luar tampak ada banyak orang dari berbagai kalangan.

Sedangkan di salah satu sudut itu tampak ada seorang anak kecil yang tergeletak di jalanan.

Ada sebuah mangkuk pecah di depannya dengan beberapa buah koin di dalam mangkuk itu. Di bawah mangkuk yang pecah itu ada selembar karton.

Di atas karton itu tercantum beberapa baris kata yang menceritakan tentang nasib tragis anak itu.

Tentang orang tuanya yang meninggal, cacat sejak kecil, dibuang oleh orang lain dan sebagainya lalu meminta bantuan dari orang-orang yang lewat untuk memberikan sedikit uang kepadanya agar bisa makan dan berobat.

Sebenarnya situasi seperti ini sering terjadi di dekat mal sebesar itu.

Namun anak ini mampu menimbulkan simpati dari orang banyak.

Sebab, tangannya yang tampak patah di bagian pergelangan tangan dengan dua buah bekas luka yang besar di pergelangan tangannya.

Salah satu kakinya juga patah di bagian lutut sehingga hanya menyisakan bagian kaki celananya yang kosong.

Pakaian yang dikenakannya juga tampak compang camping dan hitam serta dirinya yang kurus. itu jelas menunjukkan bahwa dia kekurangan gizi.

Tatapan matanya yang dipenuhi dengan ketakutan dan kecemasan seolah-olah dia takut dengan segala sesuatu yang ada di dunia luar ini.

Dia berbaring di jalanan sambil bersujud kepada orang-orang yang lewat di sekitarnya lalu memohon dengan suara bergetar, "Tolong berbaik hatilah, tolong berbaik hatilah, aku sudah tidak makan selama beberapa hari..."

Para pejalan kaki berjalan hilir mudik dengan tanpa ekspresi. Tidak ada satu orang pun yang mau memperhatikannya.

Seolah-olah dia adalah anak anjing terlantar yang tidak perlu dilihat lebih lama!

Kadang-kadang ada orang yang baik hati akan memberikan koin dan uang receh lebih ke dalam mangkuknya dan anak itu akan langsung bersujud dengan tulus: "Terima kasih, terima kasih, orang baik. Terima kasih..."

Pada saat ini hari sudah siang dan tidak banyak pejalan kaki yang melintas di sekitar sana lagi.

Matahari juga sudah bersinar dengan terik pada saat ini.

Anak itu menelungkup di jalanan. Bibirnya tampak pecah-pecah karena terik matahari namun dia juga tidak punya pilihan lain selain memperhatikan minuman milk tea yang ada di tangan orang-orang yang lewat di sana itu dengan tanpa daya.

Di dalam hatinya dia merasa bahwa jika dia bisa minum seteguk air saja sekarang pun dia akan merasa sangat puas sekali!

Namun, di dunia ini, siapa yang masih akan peduli dengan dirinya yang sudah dibuang ini?

Reva yang duduk di dalam restoran cepat saji itu memperhatikan semua ini secara diam diam.

Anak ini pernah menjadi kesayangan salah satu orang tua di luar sana.

Namun, sekarang dia tampak seperti anak anjing terlantar dan tidak ada yang peduli kepadanya!

Tiba tiba terdengar suara malu-malu dari samping: "Paman, apa kau mau belikan setangkai bunga untuk tante?"

Reva menoleh lalu melihat seorang gadis cilik yang tampak kurus dengan pakaian lusuh dan sedang bertanya kepada sepasang pria dan wanita di sampingnya yang sedang sibuk makan.

Gadis cilik itu berusia sekitar tujuh hingga delapan tahun dengan sebuah ember kecil ditangannya yang berisi beberapa tangkai bunga mawar.

Dia menatap pasangan itu dengan penuh semangat dan tatapan matanya dipenuhi dengan harapan. Seolah-olah bisa menjual bunga mawar itu adalah keberuntungan terbesarnya. Namun pria itu tampak tidak sabar dan dia langsung mengibaskan tangannya, "Enyahlah!"

"Apa kau tidak lihat bahwa orang-orang sedang makan?"

Gadis cilik itu masih tetap menolak untuk menyerah lalu dia memohon dengan suara lirih. "Paman, beli satu tangkai saja."

"Harganya sangat murah hanya lima dolar satu per tangkai. Ayo beli satu saja!"

"Aku mohon kepadamu!"

Pria itu menjadi semakin kesal lalu dengan lantang dia berkata, "Kau masih tidak mau pergi juga,

kan?"

"Wehly.

Wehly, pelayan, mengapa dia bisa masuk ke sini?"

"Kau lihat betapa kotornya dia dan itu akan mempengaruhi selera makan para tamu di sini!"

Si pelayan segera bergegas dan menarik telinga gadis cilik itu sambil memaki, "Sudah berapa kali aku bilang kepadamu, jangan masuk ke sini, apa kau tidak dengar ucapanku?"

"Keluar sana!"

"Kalau sampai aku melihatmu masuk lagi, aku pasti akan membunuhmu!"

Si pelayan itu menjewer telinga gadis itu dengan kencang dan mengangkatnya. Telinga gadis cilik itu robek dengan sedikit darah yang menetes keluar.

Gadis cilik itu mengaduh dan meminta ampun karena merasa kesakitan tetapi si pelayan tidak memedulikannya dan dia langsung menyeretnya keluar.

Bersamaan dengan itu, tiba-tiba sebuah tangan terulur dan tangan itu langsung menggenggam pergelangan tangan si pelayan.

Reva yang melakukannya. Dia memelintir pergelangan tangan si pelayan dengan salah satu tangannya dan menarik gadis cilik di belakangnya itu dengan tangannya yang lain.

Tip: You can use left, right keyboard keys to browse between chapters.Tap the middle of the screen to reveal Reading Options.

If you replace any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.

Report