Menantu Dewa Obat -
Bab 787
Menantu Dewa Obat
Bab 787
Begitu Reva sampai di taman Dragon Lake, Kenji sudah mengatur segalanya.
Reva mengambil kunci villa dan masuk bersama dengan si pasien.
Tadinya Devi ingin ikut masuk namun segera dihentikan oleh Reva sehingga akhirnya dia hanya bisa pergi dengan kesal.
Reva membawa si pasien ke villa yang luas dan cerah itu. Pasien melihat ke sekelilingnya dengan kaget.
Tampak jelas bahwa dia sama sekali belum pernah melihat villa semewah ini.
Reva berkata: "Selanjutnya, kau bisa tinggal disini dulu untuk sementara."
"Aku akan membantu mengobatimu dengan perlahan."
"Oh yah, usahakan kau jangan pergi dan keluar dari rumah ini."
"Aku akan meminta seseorang untuk mengantarkan makanan apapun yang kau inginkan hingga ke depan pintu dan setelah kau bisa mengambilnya sendiri."
"Setelah selesai makan, kau bisa meletakkan kembali peralatan makannya di depan pintu dan seseorang akan datang untuk mengambilnya."
"Tetapi ingat, apapun yang terjadi, kau jangan keluar dari rumah ini, apa kau mengerti?"
Si pasien menatap Reva dan mengangguk.
Bisa tinggal di rumah seperti itu dengan makanan dan minuman yang tercukupi benar daripada kehidupan dia yang lama.
benar jauh lebih baik
Reva berjalan mondar mandi dengan pasien dan membiarkannya memilih kamar yang dia sukai secara acak.
Dapat dilihat dengan jelas bahwa dia tidak terlalu percaya diri sehingga akhirnya memilih kamar pelayan yang paling kecil untuk ditinggali.
Reva tidak mengomentari pilihannya. Setelah Reva mengatur segala keperluannya lalu dia pergi lebih dulu.
Setelah meninggalkan villa di taman Dragon Lake itu, Reva tidak langsung pulang. Tetapi dia malah pergi ke area villa yang sedang dibangun oleh perusahaan konstruksinya.
Danau di tengahy area villa itu sudah dibersihkan dan semua telur serangga liar yang beracun itu juga sudah dihilangkan.
Untuk Sementara dia menatap danau itu dan berkata dengan lembut. "Sepertinya pada awalnya serangga liar ini tidak ada di tempat ini."
"Sebenarnya siapa yang sedang mencarinya?"
Saat dia sedang berpikir tiba-tiba ponselnya berdering.
Reva menjawab ponselnya. Terdengar suara Alina yang cemas dari ujung sana. "Reva, bagaimana kabar orang itu?"
"Apa orangnya sudah mati?"
Reva hanya bisa terdiam. Apa yang Alina tanyakan itu benar-benar hanya bisa membuat orang lain terdiam.
"Untung saja, masih bisa diselamatkan!"
Alina menghela nafas lega: "Syukurlah! Puji Tuhan!”
Setelah itu dia berteriak kepada semua orang di sebelahnya: "Aku sudah bilang kan, semuanya akan baik baik saja. Semuanya akan baik baik saja."
"Kalian lihat kan, orangnya tidak mati."
"Karena orangnya ngga mati jadi masalah ini juga tidak segawat itu lagi. Paling - paling hanya perlu membayar biaya - biayanya saja. Bukan masalah besar!"
"Ayo jalan, jalan. Kita pulang. Lihatlah kalian semua ini yang begitu panik..."
Sambil bergumam, Alina menutup ponselnya.
Reva benar-benar tak berdaya. Akhirnya dia juga pulang ke Rose Garden.
Alina dan yang lainnya sudah sampai di rumah. Anissa dan Spencer juga sedang berada disini. Begitu Reva masuk, Spencer langsung berseru: "Kakak kedua, mengapa kau begitu ceroboh?" "Bisa bisanya kau meminjamkan mobilmu kepada Jayden yang bahkan belum ada SIM itu?"
"Dia itu masih anak anak dan sangat sembrono. Kau malah membiarkan dia membawa mobilnya. Bukan... bukankah ini berarti sama saja bahwa kau membiarkan dia terjerumus?"
Reva langsung terperangah. Apa apaan ini. Putra kau sendiri yang mengalami kecelakaan mobil dengan mobil pinjaman dan sekarang kau masih mengeluh bahwa seharusnya kita tidak meminjamkan mobil kepadanya?
Axel juga sedang duduk di ruang tamu. Dia langsung menunjukkan ekspresi marah di wajahnya dan berkata dengan lantang, "Kau pikir kami ingin meminjamkan mobil itu kepadanya!"
"Dia sendiri yang meminta untuk meminjamnya berkali kali kepada kakakmu sehingga dia tak punya pilihan lain selain meminjamkan mobil itu kepadanya."
"Apalagi dia juga bilang sendiri bahwa pacarnya yang akan mengemudikan mobilnya dan bukan dia."
"Bagaimana kau bisa menyalahkan kami?"
Dengan marah Spencer berkata, "Kalau dia bilang pacarnya yang akan mengemudikan mobilnya lantas kau percaya begitu saja?"
"Kakak ipar, mobil itu kan milikmu. Kalau kau tetap bersikukuh untuk tidak meminjamkannya apa dia masih bisa merampoknya?" "Bukannya aku mau mengocehimu. Dia itu masih anak-anak. Bagaimana kau bisa menuruti kemauannya?"
"Sekarang kalau sudah terjadi masalah seperti ini, menurutmu harus bagaimana ini?"
Axel tercengang: "Kau.. kau tanya aku?"
"Bukannya ini seharusnya urusan keluargamu sendiri?"
"Kenapa malah bertanya kepadaku?"
Dengan marah Spencer berkata: "Kalau kau tidak meminjamkan mobil itu kepadanya, apa mungkin hal ini bisa terjadi?" "Seharusnya keluargamu juga harus ikut bertanggung jawab!"
If you replace any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.
Report