Bab 812

Nara gemetaran karena marah. Dia menatap Alina dengan marah: "Ma, ini adalah contoh keponakanmu yang paling patuh!"

"Kau lihat saja sendiri, kau lihatlah!"

"Seberapa banyak bantuan yang telah kita berikan kepadanya tetapi pada akhirnya bagaimana cara dia memperlakukan kita?" Alina tampak canggung: "Aduhh, Nara, si Vivi kan masih anak – anak!"

"Jadi sifatnya juga masih seperti anak-anak, ini wajar. Untuk apa kau memperhitungkan masalah ini dengannya?"

"Kau yang sebagai kakaknya seharusnya mengalah sedikit!"

Mata Nara membelalak dengan lebar: "Memangnya dia masih anak

anak?"

"Umurnya saja sudah 20 tahunan, apa masih bisa dibilang anak anak?"

"Di matamu, umur berapa baru dikatakan dewasa?"

Dengan marah Alina berkata, "Untuk apa kau membahas masalah ini denganku?"

"Bukannya dia memang lebih muda dari kau?"

"Kau yang lebih dewasa apa tidak bisa mengalah dengan adik sepupumu sendiri?"

Nara sangat marah sekali hingga tidak bisa berbicara jadi dia membalikkan badannya dan naik ke atas

bersama dengan Reva.

Keesokan harinya, semua anggota keluarga Sumarno pergi untuk menemui Rio dan menandatangani surat

damai.

Alina pergi bersama dengan mereka dan setelah mengorbankan begitu banyak akhirnya Jayden baru berhasil dibebaskan dengan jaminan.

Setelah kejadian ini, untuk beberapa hari ke depan keluarga Sumarno pun tidak berani macam macam lagi.

Selama beberapa hari terakhir Jayden dan Vivi juga tidak datang ke rumah keluarga Shu dan keluarga Shu

juga sangat tenang.

Namun, Hana mendapatkan kabar dari beberapa orang temannya.

Di luar sana Vivi memberitakan kemana-mana bahwa Nara masih hutang 1.6 juta dolar kepadanya dan cepat atau lambat dia pasti akan meminta Nara membayarkannya. Karena masalah ini, Nara menjadi sangat marah sehingga bertengkar lagi dengan mamanya, Alina.

Dan pada akhirnya, pertengkaran keduanya juga tidak menghasilkan apa-apa sehingga Nara hanya bisa membiarkannya saja.

Untuk saat ini Nara benar benar merasa sangat tidak berdaya dalam menghadapi keluarga ini.

Untung saja, selama beberapa hari ini mereka tidak datang ke rumah ini lagi kalau tidak, takutnya Nara tidak akan bisa menahan kesabarannya dan berbalik melawan mereka. Selama beberapa waktu ini, Reva juga pergi ke taman Dragon Lake.

Pasiennya masih bersembunyi di villa keluarga Rodriguez.

Sekarang Reva punya lebih banyak waktu senggang sehingga secara pribadi dia memasak dan membawakan makanan untuknya setiap hari.

Apalagi kondisi pasien juga sudah mulai membaik. Bisul dan lecet di tubuhnya sudah mulai mengecil secara perlahan.

Pagi ini, begitu Reva tiba di gerbang taman Dragon Lake, dia melihat dekan Bobby beserta dengan istrinya sedang berdiri di depan pintu gerbang. Keduanya akan menjenguk sang pasien setiap tiga atau lima hari sekali.

Bisa dilihat dengan jelas bahwa dekan Bobby dan istrinya bersikap sangat baik kepada pasien tersebut.

Mungkin karena putri mereka sudah meninggal sehingga mereka merasa merawat pasien itu seperti merawat putrinya sendiri.

"Tuan Reva, maaf kami mengganggu waktumu lagi!" ujar Dekan Bobby dengan ekspresi tidak enak hati.

Reva tersenyum dan berkata, "Dekan Bobby, jangan sungkan.”

"Sama sekali tak mengganggu."

Dekan Bobby tersenyum dan bertanya, "Ngomong-ngomong, bagaimana kondisi dia sekarang?"

Reva: "Aku baru saja akan memberitahukan kondisinya kepadamu. Belakangan ini kondisinya sudah jauh lebih baik."

"Nanti saat kau melihatnya kau akan tahu."

Dekan Bobby dan istrinya sangat gembira. Dia segera mengikuti Reva masuk ke taman Dragon Lake.

Begitu sampai di villa keluarga Rodriguez, Reva membuka pintunya dan mendapati bahwa sang pasien sedang duduk di atas sofa.

Setelah tinggal disini selama beberapa waktu, dia sudah tidak terlalu takut dan waspada kepada Reva lagi.

Apalagi, secara perlahan dia juga sudah merasa lebih aman dan nyaman. Setidaknya dia tidak lagi meringkuk di pojokan ruangan setiap hari. Melihat mereka bertiga masuk, dia langsung berdiri dan menatap dengan sedikit rasa canggung dan gembira.

Jenny, istri dekan berjalan menghampirinya dengan cepat, "Vera, bagaimana kabarmu?"

"Aku dengar dari tuan Reva katanya kondisimu sudah jauh lebih baik. Apa benar?"

Setelah melalui masa perawatan ini, sang pasien tidak terlalu takut pada Reva lagi dan akhirnya menyebutkan namanya, Vera.

Namun ketika Reva bertanya tentang latar belakang dan keluarganya, dia tidak berbicara lagi.

Apalagi, tampak ada ketakutan dan kemarahan di matanya. Entah apa yang sedang berkecamuk di dalam benaknya.

Vera menatap Reva lalu ke dekan Bobby kemudian langsung mengulurkan tangannya.

Jenny memperhatikan tangannya dengan lebih seksama dan ekspresinya langsung berubah.

Tip: You can use left, right keyboard keys to browse between chapters.Tap the middle of the screen to reveal Reading Options.

If you replace any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.

Report