Bab 120 Berlutut Sambil Memanggil Ayah

Semua orang tercengang dan menatap Ardika.

Tentu saja, mereka bukan terkejut karena ucapan Ardika.

Jangankan menganggap Ardika mampu menjatuhkan Keluarga Susanto, pria itu

sama sekali bukan apa–apa di mata mereka.

Namun, mereka tidak menyangka di saat seperti ini Ardika masih berani

mengucapkan kata–kata seperti itu.

Hari ini adalah penyelenggaraan acara penting pendirian kembali Asosiasi Bahan Bangunan, juga merupakan hari di mana Keluarga Susanto akan bangkit kembali

dan menduduki posisi puncak.

Di saat seperti ini, Ardika malah berani mengucapkan kalimat seperti ini untuk

memprovokasi Asosiasi Bahan Bangunan dan Keluarga Susanto.

Apa dia benar–benar sudah bosan hidup?

Jenny dan Arini tertawa.

James, Herman dan yang lainnya juga tertawa.

Mereka menertawai Ardika karena tidak tahu diri.

Mereka menertawai Ardika karena bermimpi di siang bolong.

Jenny bahkan sampai meneteskan air mata. “Haha, Ardika oh Ardika, sepertinya penyakitmu sudah makin berat. Cepat minta Luna membawamu ke dokter.”

“Kenapa? Nggak punya uang, ya? Aku bisa meminjamkan uang untukmu. Ah, kamu nggak perlu berterima kasih padaku. Aku hanya nggak mau mendengar kalimat- kalimat nggak masuk akal keluar dari mulutmu dan membuatku mati karena

tertawa. Haha….

Beberapa orang itu tertawa terbahak–bahak.

Di mata mereka, Ardika hanya seorang badut yang suka beromong kosong.

37

“Kalau hari ini kamu benar–benar bisa menghancurkan Keluarga Susanto, aku akan berlutut dan memanggilmu Ayah!” kata James sambil menyeka air mata bahagianya.

“Ya, kami akan berlutut dan memanggilmu Ayah!”

Tiga pria lainnya juga ikut menimpali.

Ardika hanya menggelengkan kepalanya tanpa berbicara. Dia malas memedulikan beberapa idiot itu.

gak s

“Oke, sepakat. Kalau saat itu tiba, kalian

lian nggak berlutut dan memanggil Tuan Ardika‘ Ayah‘, aku akan menghajar kalian sampai kalian memanggil Ayah!”

Tiba–tiba, terdengar suara tajam dari ke

Mereka langsung terkejut dan buru–buru mengalihkan pandangan mereka ke

sumber suara.

Begitu menoleh, mereka melihat beberapa orang sedang berjalan ke arah mereka. Dua orang yang memimpin kelompok itu memancarkan aura yang

“Tuan Jinto!”

“Kak Romi!”

gat kuat.

Mereka langsung mengenali identitas kedua orang itu, yang tidak lain adalah Tuan

Jinto dan Romi.

“Tuan Ardika.”

Mereka menghampiri Ardika dan memberi hormat padanya.

Begitu menyaksikan pemandangan itu, Arini, James dan beberapa orang lainnya langsung terkejut setengah mati.

Dua tokoh hebat itu sangat menghormati Ardika.

Jenny berkata dengan ekspresi meremehkan, “Jangan takut, mereka hanya

termakan gertakan Ardika. Pak Budi bilang setelah hari ini berlalu, mereka nggak akan menduduki posisi penting di Kota Banyuli lagi.”

Setelah mendengar ucapan wanita itu, tiba–tiba sesuatu terlintas dalam benak

2/3

mereka semua.

Dengar–dengar, sebelumnya Tuan Jinto dan Romi mencari masalah dengan Ardika.

Alih–alih berhasil, yang satunya kebetulan bertemu dengan seorang komandan, sedangkan yang satunya lagi bertemu dengan Korps Taring Harimau.

Saking ketakutan, keduanya menjadi tunduk pada Ardika.

Dua kejadian itu menjadi bahan tertawaan di Kota Banyuli.

Setelah mendengar ucapan Jenny, Romi berkata dengan nada tajam, “Kalau Budi

berani, silakan saja!”

Dia sudah terkenal sebagai sosok yang ganas, jadi tentu saja auranya tidak perlu

diragukan lagi.

Saking terkejutnya, ekspresi Jenny langsung berubah menjadi pucat. Dia mendengus dan berkata, “Ayo pergi, biarkan saja mereka rasakan sendiri nanti!”

“Ardika, dua orang yang masa jayanya sudah berlalu ini nggak akan bisa melindungimu. Hari ini kamu pasti akan mati!”

James dan yang lainnya mencibir, lalu pergi bersama Jenny.

Ardika tidak memedulikan mereka lagi. Dia mengalihkan pandangannya ke arah kedua pria itu dan berkata, “Kenapa kalian datang ke sini? Romi, bukankah kamu sedang ada pekerjaan di lokasi konstruksi?”

Jinto dan Romi saling bertukar pandang, lalu menyunggingkan seulas senyum getir.

“Tuan Ardika, aku memang sedang bekerja. Tapi, Nona Luna datang mencariku dan mengatakan hari ini kamu datang menghadiri acara ini. Dia takut kamu ditindas oleh Budi, jadi dia memintaku datang untuk melindungimu.”

Romi berkata dengan tidak berdaya, “Aku tahu sebenarnya Tuan Ardika nggak butuh perlindungan dariku, tapi aku nggak berani membantah ucapan Nona Luna.”

Tip: You can use left, right keyboard keys to browse between chapters.Tap the middle of the screen to reveal Reading Options.

If you replace any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.

Report