Menantu Pahlawan Negara by Sarjana -
Bab 142
Bab 142 Cari Mati dengan Menindas Istriku Lagi
Sejak hari pertama Grup Sentosa Jaya berdiri, Keluarga Mahasura sudah mulai menyelidiki presdir muda itu.
Namun, upaya mereka sama sekali tidak membuahkan hasil.
Karena itulah, mereka meminta Budi membangun kembali Asosiasi Bahan
Bangunan untuk menguji kemampuan presdir muda itu.
Sekarang, mereka sudah melihat hasilnya. Hasil ini benar–benar di luar bayangan
mereka. Keluarga Mahasura bahkan sampai kehilangan seekor anjing setia.
Mendengar hal ini tidak ada hubungannya dengan Ardika, seluruh anggota
Keluarga Mahasura baru menghela napas lega.
Kala itu, mereka terlalu kejam pada Ardika. Kalau Ardika benar–benar memiliki
kemampuan sebesar ini, tentu saja mereka tidak akan bisa tenang.
Kendy berkata, “Tapi, sekarang Ardika sudah mendapat dukungan dari Grup
Sentosa Jaya. Hal ini bukan hal yang baik bagi Keluarga Mahasura. Kak, apa yang
harus kita lakukan?”
Pandangan semua orang kembali tertuju pada peti mati itu, bagaikan ada api yang
membara dalam sorot mata mereka.
Sejak Keluarga Mahasura menempati posisi ini, tidak ada seorang pun yang berani
memprovokasi mereka seperti ini.
Sekarang hal ini pasti sudah tersebar dalam kalangan keluarga kaya ibu kota
provinsi.
“Dia pikir dengan meminjam kekuatan Grup Sentosa Jaya dan menghadiahkan
sebuah peti mati ke sini, dia bisa membuat keluarga kita yang merupakan Keluarga
Mahasura ibu kota provinsi ini ketakutan?! Hah, benar–benar mimpi di siang bolong.”
Setelah berpikir sejenak, Abraham melambaikan tangannya dan berkata, “Hubungi
Keluarga Hamdani, Keluarga Santosa dan Keluarga Lukito untuk menyingkirkan
bocah itu! Bukankah Grup Susanto Raya akan dikembalikan kepada Grup Agung
1/4
+15 BONUS
Makmur? Kalau sampai Grup Agung Makmur memanfaatkan kesempatan ini dan bangkit kembali, pihak yang paling dirugikan adalah mereka. Grup Susanto Raya serahkan saja kepada mereka, anggap saja sebagai imbalan.”
Kala itu, beberapa keluarga ini menggabungkan kekuatan mereka untuk merebut aset Grup Agung Makmur.
Jadi, tiga keluarga besar ini pasti tidak akan membiarkan Grup Agung Makmur bangkit kembali.
“Ayah, dengan mengandalkan kekuatan Keluarga Mahasura ibu kota provinsi sendiri saja, kita sudah mampu menyingkirkan Ardika. Kenapa kita perlu
meminjam kekuatan tiga keluarga besar untuk menyingkirkannya?” tanya Dinda
dengan tidak puas.
Ardika menghadiahkan peti mati untuknya, pria itu sudah mengacaukan acara
ulang tahunnya.
Dia ingin sekali membunuh Ardika sekarang juga.
Mendengar ucapannya, anggota Keluarga Mahasura lainnya juga ikut
menganggukkan kepala mereka.
Keluarga Susanto selalu patuh pada semua perintah Keluarga Mahasura. Sekarang, karena tokoh tidak penting seperti Ardika, mereka malah terancam kehilangan
Grup Susanto Raya.
Walaupun Grup Susanto Raya yang bernilai triliunan itu bukan apa–apa bagi Keluarga Mahasura ibu kota provinsi, tetapi tetap saja mereka tidak ingin
kehilangannya.
Abraham menggelengkan kepalanya dan berkata, “Dalam acara bisnis sebelumnya, Rocky sudah membuat Pak Draco kesal. Untuk sementara waktu ini, Keluarga Mahasura nggak boleh menginjakkan kaki ke Kota Banyuli untuk menghindari masalah yang nggak perlu. Dengarkan baik–baik, kalian nggak diizinkan untuk pergi ke Kota Banyuli. Setelah mendapat kesempatan untuk meminta maaf kepada
Pak Draco, baru kita bicarakan lagi.”
Setelah mendengar ucapan Abraham, jantung mereka langsung berdebar kencang. Mereka segera mengiakan sambil menganggukkan kepala mereka.
2/4
Kediaman Keluarga Basagita di Kota Banyuli.
+15 BONUS
Setelah mendapat panggilan telepon dari kakeknya dan bergegas ke sini dari lokasi
konstruksi, Luna baru mendapati semua anggota keluarga berkumpul di sini.
Mereka semua memelototinya dengan ekspresi marah.
Wisnu langsung bertanya dengan marah, “Luna, kenapa kamu nggak menghadiri acara hari ini? Apa kamu ingin mencelakai Keluarga Basagita?!”
Melihat ekspresi penuh amarah kakeknya, Luna berkata, “Aku sudah meminta
Ardika untuk mewakiliku menghadiri acara itu. Ada satu perwakilan Keluarga
Basagita yang hadir sudah cukup.”
Mendengar ucapan Luna, amarah Tuan Besar Basagita langsung meluap.
“Mewakili Keluarga Basagita? Sejak kapan idiot itu berhak mewakili Keluarga
Basagita?!”
Semua orang mengatai Luna tidak bertanggung jawab. Dengan meminta seorang
menantu kawin masuk untuk mewakili Keluarga Basagita menghadiri sebuah acara
penting, bukankah hanya akan membuat Keluarga Basagita menjadi bahan
tertawaan kalau hal ini tersebar keluar?
Luna hanya bisa tetap diam tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Tiba–tiba, Wulan berkata dengan nada menyindir, “Tapi Luna, sepertinya kali ini
kamu sendiri yang membunuh suami idiotmu itu.”
Perasaan Luna langsung terguncang, dia mendongak dan menatap lawan bicaranya itu dengan tatapan heran.
Wulan mendengus dengan berkata, “Apa kamu nggak bisa pikir sendiri? Kala itu, Tony ingin kamu menikah dengannya, tapi kamu malah menikah dengan Ardika
idiot itu. Tindakanmu jelas–jelas sudah mempermalukan Keluarga Susanto. Sejak
saat itu, Keluarga Susanto pasti sudah sangat membencinya. Hari ini dia menghadiri acara itu sendirian. Apa kamu pikir Keluarga Susanto akan membiarkannya
meninggalkan lokasi hidup–hidup?”
Setelah mendengar ucapan itu, kepala Luna langsung berdengung, seolah–olah akan
3/4
+15 BONUS
meledak.
Dia terus menggelengkan kepalanya dan berkata, “Hal seperti itu nggak mungkin terjadi. Ardika pasti baik–baik saja. Terlepas dari betapa arogan dan semena–mena Keluarga Susanto, mereka juga nggak akan berani membunuh orang!”
“Ah? Nggak berani? Keluarga Susanto bahkan berani mengutus lima belas kepala preman untuk mempersulit penanggung jawab banyak lokasi konstruksi secara terang–terangan. Hal apa lagi yang nggak berani mereka lakukan?!”
Wisnu tertawa terbahak–bahak dan berkata, “Luna, coba kamu jujur saja. Apa kamu ingin menikah lagi, tapi juga ingin mempertahankan citra baikmu? Karena itulah, kamu meminta Ardika untuk menghadiri acara itu, ‘kan? Kamu benar–benar kejam!”
Orang–orang lainnya juga ikut menyindir Luna.
Mereka bukan berniat menegakkan keadilan untuk Ardika.
Kalau Ardika mati, tentu saja mereka sangat senang.
Mereka sangat berharap hari ini Ardika bisa mati di lokasi acara itu.
“Aku nggak bermaksud seperti itu. Ardika, maafkan aku. Seharusnya aku nggak membiarkanmu mewakili aku menghadiri acara itu ….”
Luna langsung terjatuh lemas di lantai, lalu menangis dengan terisak–isak.
“Apa kalian sedang cari mati dengan menindas istriku lagi?!”
Tepat pada saat ini, tiba–tiba terdengar suara teriakan penuh amarah dari luar pintu.
If you replace any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.
Report