Bab 152 Kematian Jenny

Sekelompok satpam langsung bergegas menerjang dari arah kiri dan kanan, seolah- olah sudah lama menunggu perintah di sana.

“Tio, dasar pengkhianat! Dari mana kamu mendapatkan nyali sebesar ini?! Sekarang Grup Susanto Raya sudah menjadi milik Keluarga Basagita. Berani sekali kamu memanggil satpam untuk mengusir kami!”

Melihat tindakan Tio, anggota Keluarga Basagita langsung tercengang dan menyuarakan kekesalan mereka.

Tio mendengus dingin dan berkata, “Milik Keluarga Basagita? Hah! Siapa yang memberi tahu kalian Grup Susanto Raya sudah dikembalikan kepada Keluarga Basagita?”

“Ardika yang memberitahuku. Kemarin dia juga berpartisipasi dalam acara yang diselenggarakan oleh Asosiasi Bahan Bangunan dan melihat dengan mata kepalanya sendiri Keluarga Susanto sudah hancur!” kata Tuan Besar Basagita

dengan amarah yang membara.

Tio tertawa terbahak–bahak, lalu berkata, “Oh? Pecundang itu? Kalian memercayai ucapannya? Tuan Besar Basagita, kalau dia memberitahumu Kota Banyuli adalah miliknya, apa kamu akan meminta Ridwan untuk menyerahkan posisi wali kota

padamu?!”

Selesai berbicara, dia memerintah dengan kesal, “Kenapa kalian masih berdiri saja?!

Cepat usir mereka keluar!”

Sesaat kemudian, seluruh anggota Keluarga Basagita langsung diusir keluar.

“Cepat keluar! Grup Susanto Raya sudah diambil alih oleh Keluarga Hamdani, Keluarga Santosa dan Keluarga Lukito. Keluarga Basagita datang untuk meminta bagian? Memang kalian siapa?! Benar–benar nggak tahu diri!”

Tio dan para petinggi Grup Susanto Raya lainnya keluar untuk mengejek Keluarga

Basagita sejenak. Kemudian, m

Basagita sejenak. Kemudian, mereka baru masuk kembali ke gedung sambil tertawa

terbahak–bahak:

+15 BOBRIS

Mendengar tiga keluarga besar sudah mengambil alih Grup Susanto Raya, anggota Keluarga Basagita marah tapi tidak berdaya.

Jangan tiga keluarga besar itu, sebelumnya keluarga kaya kelas satu seperti

Keluarga Susanto saja tidak sanggup mereka provokasi.

Kala itu, aset Grup Agung Makmur juga direbut oleh tiga keluarga besar itu.

“Dasar Ardika sialan! Dia membohongi kita lagi sampaisampai kita diusir keluar di

depan umum. Benar–benar memalukan!”

“Aku benar–benar ingin membunuhnya!”

Semua orang berteriak dengan marah dan melampiaskan amarahnya pada Ardika.

Luna juga merasa sangat sedih.

Kemarin, setelah dia memberi tahu orang tuanya kabar baik ini, mereka juga sangat

senang.

Siapa sangka, semuanya tidak terbukti nyata.

“Seharusnya pasti ada masalah. Ardika nggak mungkin membohongiku. Apa

mungkin tiga keluarga besar telah melakukan sesuatu untuk menggagalkan

rencananya?”

Luna tetap percaya pada Ardika dan membelanya.

Sebenarnya, anggota Keluarga Basagita juga merasa ucapan Luna ini masuk akal.

Hal seperti ini bukan tidak pernah dilakukan oleh tiga keluarga besar.

Namun, tentu saja mereka tidak berani menyalahkan tiga keluarga besar itu. Target

pelampiasan kekesalan dan amarah mereka hanya Ardika.

“Omong kosong! Pasti idiot itu yang sudah membohongi kita lagi!

Anggota Keluarga Basagita langsung pergi dengan kesal.

“Bam!

Tepat pada saat ini, tibatiba terdengar suara hantaman keras dari arah belakang.

2/4

+15 BONUS

“Ah! Ada orang yang bunuh diri!”

Para pejalan kaki di sekitar tempat itu langsung berteriak terkejut.

Anggota Keluarga Basagita segera menoleh ke sumber suara.

Saking mengejutkannya, Wisnu langsung terduduk di lantai.

Sementara itu, Wulan memegangi lehernya sambil muntah–muntah.

Wajah Luna juga langsung berubah menjadi pucat pasi, perutnya terasa mual.

Seorang wanita tampak tergeletak di jalanan.

Perlahan–lahan, darah segar mulai mengalir keluar dari tubuhnya.

Wajah wanita itu kebetulan sedang menghadap ke arah Luna.

Tatapan wanita itu tertuju ke arah Luna, seolah–olah sedang menatapnya dengan

lekat.

“Jenny sudah mati!”

Di lantai paling atas gedung Grup Susanto Raya, dua orang pria muda dan seorang

wanita muda sedang berdiri menghadap jendela transparan. Pandangan mereka tertuju pada arah yang sama, yaitu tubuh wanita yang tergeletak di jalanan.

Mereka tampak menggoyangkan gelas dalam genggaman mereka. Warna merah anggur itu sama persis dengan warna darah yang menggenang di lantai bawah

gedung.

Kedua orang pria itu adalah Renaldi Hamdani dan Handi Santosa, sedangkan wanita

itu bernama Melia Lukito.

Tiga orang ini adalah perwakilan tiga keluarga besar untuk mengambil alih Grup Susanto Raya. Mereka juga merupakan orang–orang yang paling unggul dalam

generasi muda tiga keluarga besar.

“Di hari pertama kita mengambil alih Grup Susanto Raya, kita malah melihat darah. Benar–benar sial,” kata Renaldi dengan tidak senang sambil melihat mayat berukuran sebesar seekor semut itu dengan ekspresi dingin.

3/4

  • 15 BONUS

“Lihat saja hal ini dari sudut pandang yang berbeda. Di hari pertama kita mengambil

alih Grup Susanto Raya, kita sudah disambut dengan sesuatu yang berwarna merah.

Anggap saja pertanda baik.”

Handi tersenyum dan berkata, “Keluarga Mahasura di ibu kota provinsi ingin kita memanfaatkan kematian Tony dan Jenny untuk memberi ancaman pada menantu idiot Keluarga Basagita itu. Ini adalah persyaratan yang harus kita penuhi agar bisa mengambil alih Grup Susanto Raya. Kita nggak punya pilihan lain selain menuruti

kemauan mereka.”

Tip: You can use left, right keyboard keys to browse between chapters.Tap the middle of the screen to reveal Reading Options.

If you replace any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.

Report