Menantu Pahlawan Negara by Sarjana -
Bab 155
Bab 155 Wali Murid dengan Latar Belakang Tidak Biasa
Tidak lama kemudian, seorang pria paruh baya berumur sekitar empat puluhan tahun dan memakai kacamata memasuki ruangan.
Pria itu tidak lain adalah kepala sekolah Taman Kanak–Kanak Candika, Heri.
Begitu memasuki ruangan, dia langsung bertanya, “Riani, ada apa ini?”
Riani menceritakan kejadian itu dari awal hingga akhir sekali lagi.
“Pak Heri, Livy sudah memukul putraku, tapi dia malah memfitnah putraku merebut mainannya. Aku nggak tenang membiarkan bocah berkepribadian buruk ini bersekolah di sekolah yang sama dengan putraku. Kamu pikirkan sendiri saja apa
yang harus kamu lakukan!”
Stefanus mendengus.
Ardika berkata dengan dingin, “Aku sudah bilang dengan sangat jelas periksa video
rekaman kamera pengawasan terlebih dahulu, apa kamu nggak mengerti?!”
Heri melirik Ardika yang tampak bersikeras mempertahankan opininya, lalu melirik Stefanus yang juga terlihat tidak mau mengalah itu.
‘Sepertinya wali murid kedua murid ini punya latar belakang nggak bisa. Benar-
benar memusingkan saja.‘
Dia hanya bisa menunjukkan sikap profesional. “Harap tunggu sebentar, aku sudah meminta orang untuk memeriksa video rekaman kamera pengawasan.”
Tidak lama kemudian, seorang staf taman kanak–kanak datang dengan membawa
video rekaman kamera pengawasan.
Heri berjalan keluar dari ruangan, lalu mengambil ponsel staf itu dan mulai mengamati video rekaman kamera pengawasan tersebut dengan saksama.
Di dalam video, Livy sedang bermain bersama anak–anak lainnya.
Dari waktu ke waktu, Kevin mendekati sekelompok bocah itu dan mengganggu
mereka.
Lalu, tiba–tiba bocah lelaki itu mendorong Livy hingga terjatuh ke lantai dan
merebut mainannya.
Livy segera bangkit dari lantai untuk mengejar bocah lelaki itu. Pada akhirnya,
karena berlari dengan tergesa–gesa, Kevin terpeleset di depan pintu kelas.
Setelah melihat video rekaman kamera pengawasan, semuanya sudah jelas.
Kevin memang terpeleset sendiri, Livy sama sekali tidak berbohong.
Sebenarnya, perselisihan antara anak kecil seperti ini bukanlah masalah besar.
Heri memutuskan untuk menenangkan wali kedua murid dan tidak membesar-
besarkan masalah ini.
Dia berjalan memasuki ruangan kembali dan berkata, “Pak Stefanus, Bu Rebecca, aku sudah melihat rekaman video pengawasan. Sebenarnya, perselisihan antara anak kecil seperti ini bukanlah masalah besar. Bagaimana kalau kalian meminta Kevin untuk meminta maaf kepada Livy? Masalah seperti ini nggak perlu dibesar-
besarkan ….”
“Apa?! Meminta putraku untuk meminta maaf?! Atas dasar apa?!”
Sebelum Heri sempat menyelesaikan kalimatnya, amarah Rebecca sudah meluap.
Stefanus berkata dengan marah, “Pak Heri, apa kamu sudah nggak ingin menjadi kepala sekolah lagi? Apa kamu tahu siapa aku? Aku adalah petinggi Grup Cetta
Moral!”
Grup Cetta Moral adalah sebuah perusahaan yang khusus bergerak dalam bidang pendidikan di Kota Banyuli, termasuk pendidikan dasar, kursus, bimbingan dan
sebagainya.
Taman Kanak–Kanak Candika adalah rantai sekolah taman kanak–kanak di bawah naungan Grup Cetta Moral, sedangkan Heri hanya menjabat sebagai kepala sekolah dari salah satu taman kanak–kanak ini.
Kesenjangan antara kedudukannya dengan Stefanus sangatlah besar.
“Pak Stefanus, kenapa daritadi Bapak nggak bilang Bapak adalah petinggi Grup Cettà
Moral?”
2/4
+15 BONUS
Saking terkejutnya, Heri buru–buru meminta maaf.
Stefanus mendengus dengan kesal, lalu dia bertanya dengan arogan, “Pak Heri, apa sekarang kamu mau meminta Kevin meminta maaf lagi?”
“Ah, nggak, tentu saja nggak ….‘
Bulir–bulir keringat dingin sudah memenuhi kening Heri.
“Kalau begitu, bagaimana rencanamu menangani masalah ini?”
Stefanus duduk di kursi, ekspresi arogan terpampang jelas di wajahnya.
Heri melirik Ardika dan Robin sejenak.
Walaupun dia tidak mengenal Ardika, biarpun pemuda itu memiliki sedikit latar
belakang, seharusnya dia tidak bisa dibandingkan dengan Stefanus.
Robin tidak perlu dipertanyakan lagi.
Kalau dua tahun yang lalu putranya tidak meninggal, semua orang di Kota Banyuli
akan menghormatinya.
Namun, berbeda dengan sebelumnya, sekarang Keluarga Darma sudah tidak
memiliki latar belakang apa pun lagi.
Setelah berpikir demikian, dia langsung membuat keputusan. Dia berkata pada
Robin dengan dingin, “Kalian dipersilakan untuk membawa Livy pulang. Mulai
besok, dia nggak boleh bersekolah di Taman Kanak–Kanak Candika lagi. Sekolah
kami nggak menerima murid yang menindas teman dan nggak jujur sepertinya!”
“Ah?”
Bagaikan disambar petir di siang bolong, Robin sangat terkejut.
Sementara itu, Livy yang berada dalam pelukan Ardika langsung menangis dengan
keras.
“Paman Ardika, aku nggak mau dikeluarkan. Aku adalah anak baik. Aku nggak
menindas teman, aku juga nggak berbohong….”
Sambil memeluk bocah perempuan di dalam pelukannya itu dengan erat, sorot mata
Ardika langsung berubah menjadi sedingin es.
“Jangan khawatir, Livy. Selama ada aku, nggak ada seorang pun yang bisa mengeluarkanmu dari sekolah.”
COIN BUNDLE: get more free bonus
If you replace any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.
Report