Bab 989

Vanni melirik Reva sekilas lalu mengernyitkan keningnya sambil berkata, "Siapa kau? Kau kira

siapa dirimu? Siapa yang menyuruhmu berbicara di sini?"

Dengan terburu-buru Joyce berkata, "Vanni, jangan kasar!"

"Dia ini direktur Lee, suaminya kak Nara, yang juga merupakan kakak iparmu!"

Vanni mencebikkan bibirnya dengan muak, "Hmm, jangan sebut-sebut tentang kak Nara kepadaku. Aku tidak akrab dengannya."

"Ini urusan keluargaku, kau tidak perlu mengurusinya!"

"Dan juga, kenapa mengatai aku tidak mengkhawatirkannya?"

"Kemarin aku sudah datang menjenguknya dan pagi ini aku juga sudah datang menjenguknya!"

"Apalagi, aku juga butuh uang untuk sekolah, kan?"

"Memangnya aku tidak perlu makan? Biar mati kelaparan saja begitu?"

"Ma, lebih baik aku putus sekolah saja yah?"

Wajah Joyce langsung memerah karena marah, “Anak... anak... anak ini, kenapa kau begini sih?"

0

Dengan marah Vanni berkata, "Memangnya aku kenapa?"

"Memangnya ucapan aku ada yang salah?"

"Memangnya ke sekolah itu tidak perlu uang?"

"Kalau kau tidak ingin aku sekolah lebih baik langsung katakan saja kepadaku. Sekarang juga aku akan pergi bekerja dan kau tidak perlu mengeluarkan sepeser uangpun, oke?" Joyce: "Aku... aku..."

Alina menghela nafas lalu mengeluarkan sejumlah uang dari sakunya, "Sudahlah, biar aku berikan saja dulu uangnya. Kau bisa pakai dulu!"

Vanni mengambil uang itu dan mendelik, "Hanya tiga ratus? Cukup untuk apa ini?"

"Biaya makanku saja tidak cukup!"

"Kalau kau tidak punya uang, tidak perlu bersikap pura

pura royal di sini!"

"Aku datang ke sini hanya dikasih 300 dolar? Apa itu tidak terlalu memalukan?"

Alina tertegun sejenak, "Tiga ratus dolar tidak cukup untuk seminggu?"

"Dulu waktu Nara masih sekolah, 250 dolar juga tidak akan habis untuk seminggu!"

Vanni: "Memangnya aku sama dengan dia?"

"Waktu dia sekolah itu jaman apa? Sekarang jaman apa dan berapa harga barang-barang di jaman sekarang?"

"Hanya pergi ke Starbucks untuk minum secangkir kopi saja harganya sudah mau puluhan dolar. Berapa cangkir kopi yang bisa aku beli dengan tiga ratus dolar ini?" "Selain itu, teman-temanku juga sangat banyak jadi biasanya aku juga masih harus mentraktir mereka makan malam, karaoke, nonton film dan yang sejenisnya."

"Sekali makan saja tiga ratus dolar ini sudah habis. Lalu bagaimana aku bisa pergi jalan-jalan dan bertemu dengan teman-temanku?" Reva terdiam. "Kondisi mamamu saja sudah menjadi seperti ini tetapi kau malah masih ingin bertemu dengan teman-temanmu?” "Apa kau tidak bisa mengurangi waktu jalan-jalanmu dengan lebih sering menjenguk mamamu?"

Vanni: "Kau punya hak apa mengaturku?"

"Kalau aku tidak berteman dengan mereka sekarang, nanti saat aku terjun ke kalangan masyarakat, siapa yang akan membantu aku?"

"Kondisi keluargaku ini juga tidak bisa memberikan kesempatan yang bagus untukku. Kalau aku tidak mengandalkan diriku sendiri lantas aku harus mengandalkan siapa?"

Reva: "Kau kira teman-teman yang kau punya sekarang itu, kedepannya mereka bisa membantumu?"

"Jangan bodoh, kalau teman-teman yang kau dapatkan dengan cara memfoya-foyakan uang seperti ini, mereka bukanlah teman yang baik untukmu dan mereka juga sama sekali tidak akan membantumu!" Vanni sangat marah, "Diam kau!"

"Kau punya hak apa untuk menilai teman-temanku?"

Joyce sangat marah sekali, "Vanni, jangan berbicara dengan cara seperti itu dengan kakak iparmu!"

Vanni langsung meraung, "Ma, memangnya ada yang salah dengan ucapanku?"

"Saudara macam apa mereka ini? Mereka tidak pernah memberikan satu sen pun dalam seumur hidupku. Dan sekarang dengan hanya memberikan 300 dolar kepadaku saja, mereka sudah hendak mengatur - ngatur apa yang harus aku lakukan?"

"Mereka punya hak apa?"

Joyce sangat marah sekali hingga ke dalam hatinya. Dia benar apa lagi.

benar tidak bisa berkata apa-

Dengan tak berdaya Alina menghela nafas. Dia merasa bersalah karena tidak merawat keponakannya ini selama bertahun-tahun sehingga dia sama sekali tidak bisa membantahnya. "Sudahlah, aku akan memberikan lebih banyak uang lagi kepadamu."

Alina mengeluarkan 200 dolar lagi dan menyerahkan uang itu kepadanya. "Lima ratus dolar untuk seminggu, apa cukup?”

Vanni tampak tidak senang, "Cukupkah?"

"Untuk minum kopi di Starbucks saja sudah habis, lalu bagaimana aku bisa pergi jalan - jalan dengan teman-temanku nantinya?"

"Ma, lebih baik kau saja yang berikan uangnya kepadaku. Uang ini tidak cukup!"

Joyce mengelus dadanya dan terdiam.

Alina khawatir Joyce dibuat marah olehnya lalu mau tak mau dia mengeluarkan 500 dolar lagi dah menyerahkan uang itu kepadanya, "1000 dolar, seharusnya ini sudah cukup, kan!" Setelah itu Vanni baru tersenyum dengan senang. Lalu dia mengambil uang itu dan sambil tersenyum berkata, "Sekarang kau baru seperti tante keduaku!"

"Baiklah, ma, kau istirahat saja yang baik. Aku akan kembali ke sekolah dulu!"

Setelah mengatakan hal itu lalu dia mengambil uangnya dan pergi dengan hati senang dan tanpa repot - repot melihat lagi mamanya yang masih terbaring di ranjang rumah sakit.

Tip: You can use left, right keyboard keys to browse between chapters.Tap the middle of the screen to reveal Reading Options.

If you replace any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.

Report